Jumat, 30 Desember 2011

Rahasia Kecantikan Orang Korea


Akhir-akhir ini efek dari fenomena Korean Wave mulai menghinggapi sebagian besar ABG di Indonesia, siapa yang tidak kenal Yoona SNSD, Si Won Super Junior atau Kim Hyun Joong? mayoritas pasti menganggukan kepala dan secara antusias akan berbicara tentang idol mereka masing-masing.
Umumnya para ABG mengagumi bakat akting, tarian, musik dan ketampanan atau kecantikan artis Korea yang terlihat begitu mempesona dengan kulit putih bercahaya tanpa cela, hidung mancung, bibir seksi, tinggi badan proposional nan semampai dan keindahan ragawi lainnya, jujur saja daya tarik fisik inilah yang diutamakan dibandingkan bakat seni artis asal korea itu, suatu kebohongan jika menyukai idol korea hanya semata bakat seninya saja, dan bagi saya itu wajar setiap makhluk hidup menyukai keindahan, bahkan Tuhan pun konon mencintai keindahan.

Maka, booming lah produk-produk kecantikan wajah yang mencatut nama Korea, pemutih wajah dan badan asal Korea, penghilang kerut Korea dan sebagainya, dunia fashion tidak luput dari Korea-isasi. Semuanya terhanyut dalam invasi budaya Korea, ingin memiliki kulit putih Korea, cantik seperti artis Korea, berbusana ala artis Korea. Saya sendiri akui desain ala Korea itu bagus, up to date dan unik, membuat setiap pemakainya terlihat fresh dan stylish. Lantas bisakah kita cantik dan tampan seperti orang Korea? Jawabannya tergantung, karena ada beberapa rahasia yang membuat artis Korea terlihat begitu cantik dan sempurna, mari kita bahas satu persatu:

Iklim dan cuaca Korea Selatan


Korea Selatan yang memiliki 4 musim dimana memiliki iklim dan cuaca rata-rata dingin sampai sejuk,  suhu musim dingin yang mencapai minus celsius sampai musim panas dengan suhu rata-rata 22-27 C dan suhu maksimal 30 C, lalu bandingkan dengan Jakarta yang sepanjang tahun bersuhu panas 27-32 C. Perbedaan cuaca ini yang membuat sekumpulan orang yang tinggal di cuaca dingin warna daripada kulitnya akan lebih pucat atau putih dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah panas, dan jika berlangsung lama akan diturunkan dari generasi satu ke generasi dibawahnya dan menjadi ciri genetika. Jadi tidak apa kita yang tinggal di Indonesia berkulit sawo matang karena sudah merupakan bentuk pertahanan alami kulit terhadap sinar UV yang terpancar lebih kuat di area khatulistiwa seperti Indonesia.


Apa yang pertamakali terpikirkan ketika melihat gambar di atas; merasa pernah melihatnya di layar kaca? Yup, dia adalah salah satu aktris Korea yang melakukan operasi plastik secara bertahap pada seluruh bagian wajahnya mulai tulang pipi, jaw bone (tulang rahang), mata, sulam alis, bibir dan nosejob/rynoplasty (hidung), hasil operasi plastik yang fantastis mengingat perbandingan antara wajah sebelum dan sesudah operasi sangat jauh berbeda.
Nobody's perfect, orang-orang Korea dianugerahi tubuh yang tinggi, warna kulit yang lebih cerah, putih pale dan halus, akan tetapi orang Korea juga (dulu) dikenal dengan mata yang sangat sipit, bentuk wajah square (kotak) dan tulang pipi yang lebih menonjol. Berkat teknologi operasi plastik di awal tahun 2000-an yang membuat masyarakat Korea memiliki wajah yang terlihat sempurna. Ditambah lagi cara pandang hidup mereka yang lebih menghargai wajah cantik/tampan dalam pekerjaan sebagai mitos kesuksesan, sehingga masyarakat Korea lebih menerima dan tidak memandang rendah segala bentuk upaya permak wajah seperti operasi plastik ini, kata teman saya yang pernah travelling kesana, klinik-klinik kecantikan operasi plastik bagaikan salon kecantikan di jakarta, bertebaran dimana-mana dengan tarif yang berbeda sesuai dengan kulitas hasil yang didapatkan.
 
 
 
 
Sumber: http://infounik1001.blogspot.com

Sabtu, 24 September 2011

Bulutangkis, Hidupku

Hello friends, sebagai seorang BL (Badminton Lover) sejati, terinspirasi olehku untuk membuat sebuah cerita yang bertemakan bulutangkis secara full.. Niatnya sih cerita ini pengen aku jadiin sebuah novel, tapi masih belum rampung ceritanya..
Semoga kalian yang mau membacanya suka dengan cerita karanganku ini :D 
  
Prolog

April, 2000
            Perkenalkan, namaku Anggia Setiawaty Wijaya. Usiaku baru saja mengginjak sembilan tahun. Yah, aku terhitung masih anak-anak.
Mendengar cerita dari orang-orang terdekatku, sepertinya papa dan mama memang bukanlah orang sembarangan. Papaku, Dirga Hari Wijaya dan mamaku, Wingga Setiawaty, merupakan mantan pemain bulutangkis andalan Indonesia. Papaku merupakan spesialis ganda dan mamaku bermain di sektor tunggal putri. Orang tua kalian pasti tau siapa orangtuaku. Mereka adalah atlet bulutangkis yang sangat teramat hebat di era-nya dulu.
Ternyata itu nggak hanya sekedar cerita karangan orang tuaku saja. Kupikir itu semua hanya cerita yang sengaja dibuat orang tuaku agar aku mau mengikuti keinginan mereka untuk bergabung dalam sebuah klub yang cukup terkenal di usiaku yang baru sembilan tahun. Ternyata cerita tentang prestasi orang tuaku yang sangat membanggakan itu memang nyata.
            Aku sih merasa bangga karena mempunyai orang tua yang terkenal dan sudah sering mengibarkan bendera merah putih di negeri orang. Ada secuil rasa sombong di dalam hatiku karena ternyata aku bukanlah anak orang sembarangan. Sedikit tidak percaya, tapi itulah kenyataannya.
            Teman-temanku sangat senang berteman denganku. Orang tua mereka juga sangat suka kalau anaknya bisa bermain dekat denganku. Bahkan sebagian dari orang tua mereka mengaku bahwa sewaktu muda dulu mereka merupakan fans berat mama dan papaku saat keduanya masih aktif dalam mengayun raket di lapangan karpet hijau.
            Yah, begitulah jadinya. Orang tuaku juga sebetulnya merasa senang dengan hal itu. Mereka nggak menyangka kalau masih ada orang yang mengingat dan mengidolakan mereka meski mereka sudah gantung raket sejak limabelas tahun yang lalu. Sudah cukup lama, bukan?
            Aku senang orang tuaku diidolakan orang lain. Ya, siapa juga yang nggak mau menjadi anak seseorang yang diidolakan orang lain? Namun, ini menjadi titik baru dalam hidupku yang awalnya biasa-biasa aja. Karena keinginan kuat dari kedua orang tuaku yang menginginkan aku untuk melanjutkan tradisi bulutangkis di dalam keluarga kami, aku harus menjalani kehidupan baru di usia sembilan tahun ini. Aku secara nggak langsung dipaksa, untuk ikut ambil bagian di dunia yang sudah membesarkan nama kedua orang tuaku. Di usia kesembilanku ini, aku harus mulai bergelut dengan dunia yang nggak terlalu aku kenal. Sedikit terasa asing bagiku, saat pertama kalinya di sebuah klub bulutangkis ternama aku harus latihan fisik yang bagiku itu terasa cukup berat. Semula aku ingin berlatih dengan giat karena aku nggak mau menghancurkan image kedua orang tuaku yang namanya sudah terlanjur terkenal sebagai atlet hebat.
            Namun, sepertinya aku nggak menjalani rutinitas baruku ini dengan ikhlas dan sepenuh hati. Belum genap satu bulan aku berlatih, aku sudah mulai jenuh dan badanku juga sudah sakit-sakitan karena aku terlalu memaksakan diri untuk berlatih dengan keras. Sebenarnya bermain bulutangkis sudah biasa aku lakukan bersama kedua orang tuaku di setiap sorenya. Tapi mungkin aku nggak terbiasa latihan fisik yang begitu berat seperti yang kujalani di klub baruku.
            Inilah resikonya kalau mempunyai orang tua yang berkeinginan kuat menjadikan anaknya seperti yang mereka inginkan. Semula aku tidak mempermasalahkan keinginan orang tuaku untuk menjadikan diriku seperti mereka dulu yang selalu berprestasi dan hampir setiap pulang turnamen membawa oleh-oleh gelar juara.
Tapi ya, yang seperti kalian ketahui, bagiku bulutangkis adalah olahraga yang biasa-biasa saja dan melelahkan karena harus berlari mengejar shuttlecock, melompat, menghempaskan diri ke lapangan demi meraih shuttlecock, dan melentingkan badan menjangkau shuttlecock yang melayang dengan ringannya.


>>>>>0<<<<<








 BAB 1
Yura dan Lombok

“Hallooooo....” seorang cewek 14 tahun yang sedang bermalas-malasan terganggu dengan suara handphone yang berdering di samping tempat tidurnya.
            “Woi, Gi! Lo lagi ngapain? Lemes amat?” terdengar sahutan riang di seberang sana.
            “Lagi ngejawab telpon lo lah,” jawab cewek super duper manis dan tomboy itu dengan santai.
            “Ye, gue tau lo lagi ngejawab telpon gue, Gi. Tapi maksud gue, lo lagi ngapain sebelum gue nelpon. Dasar oneng!” best friend-nya yang bernama Yura mulai nyolot.
            “Iya, iya. Gue cuma tiduran aja, Ndut. Lagi nggak mood nih,” cewek yang bernama Anggia alias Gia itu menjawab dengan nada kurang semangat.
            “Beuh, gue nggak gendut ya, Neng,” Yura menegaskan kalau dia nggak gendut.
            “Blah, blah, blah, terserahnya lo deh,” Gia menjulurkan lidahnya (meskipun dia tau kalau Yura nggak bakal ngeliat juluran lidahnya itu).
            “Hahaha, lo ngalah juga akhirnya,” Yura tertawa terbahak-bahak.
            Gia mendengus pelan, “Temen sarap lo. Lo lagi seneng banget kayaknya. Ada apaan?”
“Hehe, biasa aja kok. Oh iya, coba tebak gue liburan dimana sekarang!” entah kenapa dari tadi Yura girang sendiri di sana sedangkan Gia lemesnya minta ampun.
            Gia langsung menjawab, “Emang dimana? Gue lagi males main tebak-tebakkan nih.”
            “Lo tau? Gue liburan ke Lombok.”
            “Wuidih, lo liburan ke Lombok, Ra? Asyik banget dong. Jadi lo sekarang masih di Lombok? Pantes dari tadi lo seneng mulu,” tanya Gia kaget dan mendadak semangat sambil langsung bangkit dari tempat tidur.
            “Hehehe, ya asyik dong. Asyiiikkkk banget deh. Iya gue nih masih di lombok. Udah empat hari dan seminggu lagi baru balik ke Jakarta, kan 8 hari lagi kita mulai sekolah. Ngiri kan lo? Hahaha...” temannya di seberang sana ngakak lagi. “Cup, gue nggak bermaksud buat pamer atau apalah! Tapi...”
            “Huh, seneng lo, ya, udah bikin hati gue teriris-iris. Lo ke Lombok, gue malah liburan hampir tiga minggu cuma di kamar ngurung diri. Nyokap gue masih sibuk ngurusin jadwal kegiatan dan ngelatih anak didiknya di klub bulutangkisnya yang baru. Sedangkan Kak Tata, selalu pergi ke Bandung, alasannya sih ngurusin tugas-tugas kuliahnya di ITB. Padahal gue yakin kak Tata cuma nyari-nyari alasan biar bisa pergi bareng cowoknya,” Gia setengah berbisik saat mengucapkan kalimat terakhir.
“Yiaahhh, su’uzon mulu lo sama kakak sendiri. Lagian kenapa nggak latihan bulutangkis aja kayak biasa? Hitung–hitung ngisi waktu,” jawab Yura sambil tersenyum.
“Aaahhh, boring gue latihan mulu. Remuk nih tulang kalau tiap hari lari, shadow, kelincahan, lompat-lompat dan mukul-mukul bola nggak jelas. Capek, apalagi kalau gue udah kena semprot amarah dan protes pelatih. Pokoknya latihan yang sangat teramat membosankan,” Gia menahan nafas sejenak.
Yura tersenyum dan langsung menanggapi, “Yaahh, gitu aja lo nyerah. Gimana mau jadi kayak bokap lo, jadi pemain hebat dan ditakuti dunia? Nggak akan berhasil kalau lo-nya sendiri malas-malasan gitu!”
Gia cuma bisa mengangguk-angguk dan menjawab, “Iya deh. Tapi gue bener-bener boring kalau disuruh latihan sama nyokap. Bosan kegiatan di klub cuma itu-itu doang,” Gia mendengus.
“Yaiyalah kegiatan di klub gitu-gitu doang. Nggak mungkinkan latihan di klub ada ngedugemnya atau ada acara pergi ke mall-nya. Kalau itu mah mending nggak usah latihan.”
“Bener sih. Tapi pokoknya gue bosan dan malas deh.”
“Ya terserah lo deh, gue cuma heran aja ngeliat lo yang punya bokap dan nyokap mantan atlet bulutangkis hebat, eh lo nya malah malas main bulutangkis gini,” Yura menyerah.
“Ah, udah deh. Nggak usah ngomongin itu mulu. Gue lagi nggak mood di kamar sendirian, lo malah ngoceh nggak jelas. Lo tau? Hidup gue serasa hancur berkeping-keping, kesunyian nggak ada teman di sini,” Gia memasang suara lemes di telepon.
            “Halah, lebay banget sih lo. Kasian banget nasib lo, Gi. Ntar gue beliin lo oleh-oleh deh. Mau oleh-oleh apaan?”
            Gia pun nyengir, “Nah gitu dong. Gue kan jadi nggak sedih lagi kalau lo mau ngasih oleh-oleh.”
            “Kalau di kasih oleh-oleh aja, senengnya setengah mampus deh. Udah, cepetan bilang lo mau gue beliin apa! Pulsa gue kritis tau,” Yura yang di seberang telepon mulai emosi.
            “Hei, nggak usah marah-marah dong! Alasan lo tiap hari selalu aja nggak ada pulsa,” Gia mulai protes.
Temannya balas memprotes, “Lo sebenarnya mau gue beliin oleh-oleh atau malah ngomel-ngomel nggak jelas sih, Gi?”
“ Hehehe, sorry deh. Gue sebenernya nggak butuh oleh-oleh, Ra.  Gue cuma minta raket baru impian gue yang dulu pernah gue bilang ke lo. Terus, gue juga minta sepatu olahraga baru, baju baru, tas raket baru, terus... itu aja deh, Ra. Tapi semuanya harus berwarna kuning plus ada coklatnya sedikit, biar kayak warna spongebob, tokoh kartun favorit gue. Supaya gue semangat latihan karena kan gue cinta banget sama spongebob,” Gia malah nyengir.
Yura tersentak kaget  (sampai-sampai jatuh terbalik dari kursi yang sedang dia duduki, hehe penulis lebay sedikit boleh, ya) , “Astaganaga, lo mau bikin gue bangkrut atau mau nguras isi dompet gue atau mau buat gue GILA sih, Gi? Pulsa aja gue mikir-mikir deh belinya. Sekarang lo malah minta segudang peralatan bulutangkis ke gue. Pake ngebahas warna spongebobnya segala lagi”
“Hehe, yaudah, gue cuma minta raket aja deh. Please, ya, Ra!” Gia malah memelas dan mengiba.
Tiut...tiut...tiut...tiut...tiut... Terdengar suara telepon yang terputus (bener nggak tuh suara telepon kayak gitu?).
Dengan muka polosnya, Gia kecewa, “Idih, dia malah mutusin gue, eh mutusin telepon gue. Emang gue ada salah apa sama dia sampai-sampai dia tega mutusin telepon?”
Setelah meletakkan handphone-nya di atas meja, Gia merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur lagi. Berbaring, cuma itu kerjaannya selama liburan. Biasanya dia disibukkan dengan rutinitas sekolah dan ditambah lagi latihan bulutangkis di sebuah klub terkenal di kotanya sejak lima tahun yang lalu, saat umurnya sembilan tahun (meski dia sedikit nggak niatan kalau mau latihan bulutangkis).
“Kenapa ya dulu gue mau aja disuruh mama ikutan berkecimpung di dunia bulutangkis kayak sekarang ini? Lama-lama gue jenuh banget sama yang namanya latihan bulutangkis. Gimana gue mau juara, gue nya aja setengah-setengah ngejalaninya. Huft...” Gia menahan nafas lalu melepaskannya dengan hembusan cepat.
Perlahan matanya mulai terpejam.


Bersambung...

Kamis, 08 September 2011

Diary aX_Oners

Kejadian-kejadian yang kami jalani bersama setelah 1 tahun beragam banget. Senang sedih kami lalui di kelas yang kira-kira berukuran 6 m x 7 m, berdinding warna kuning (bisa dibilang kuning pudar gituh, hehe), berlantai karpet warna PINK! (bingung nyebutinnya warna pink aja atau pink kehitaman yah [?]), dan ada 30 kursi lipat (ala anak kuliahan.. 2 kursi gak dipake karena muridnya cuma 28 orang plus 2 kursi itu juga udah r.u.s.a.k, ckckck).



Kelas aX_One ini bisa dijumpai di SMAN 4 Siak. Dari depan gerbang SMA, tinggal jalan lurus aja teruuuuuuusss, sampai di bagian belakang sekolah belok ke kiri aja melewati pohon mangga dekat parkiran yang banyak banget semutnya, nah di bagian PALING belakang sekolah itulah kalian akan menemukan "habitat" para ax_Oners (Jadi keinget sm status facebooknya salah satu aX_Oners ----> Kholida Ulfa :D)

Yaaah nyombong dikit yuuaa, aX_One adalah kelas akselerasi alias kelas percepatan perdana yang ada di SMAN 4 Siak, dibentuk pada tahun ajaran 2010/2011. Walikelas pertamanya adalah "Papi" Sarjono Simbolon, S.Pd (guru favorit di kelas). Seiring berjalannya waktu, walikelasnya diganti dengan Ibuk kami, Bu Yusnidar, S.Pd (guru pisika kami). Rapor kami lain dari yang lain, pake map dan berisikan rapor kertas 3 lembar.

Selama 1 tahun ini, sudah cukup banyak prestasi [tingkat lokal / se-SMAN 4 Siak] yang diraih aX_One. Berikut daftar prestasi yang "lumayan" membanggakan bagi kami:
  1. Harapan 2, Paduan Suara spesial buat Hari Guru (2010).





    Saat itu walikelas kami adalah Pak Sim. Dengan sabar Pak Sim mengajari kami cara bernyanyi yang "benar" (susah nyari perpaduan suara yang pas,,soalnya anggota aX_One suaranya rada gimanaaaaa gitu sih, hehe). Lagu wajibnya "Hymne Guru" dan lagu bebasnya "Marilah Kemari" (weeeeh, demen banget sama nih lagu. Tembang kenangan aX_One [selain lagu Tenda Biru, haha]). Ikut perlombaan ini adalah yang pertama bagi kami karena kami gak pernah ikut lomba-lomba di sekolah sebelumnya. Yang gak disangka kami meraih HARAPAN 2, bersaing dengan kakak-kakak kelas 3IPA1, 2IPA1, dll yang suaranya memang topcer :D. Hadiah perlombaan ini adalah piagam dan uang tunai (seperti biasa, langsung "diembat" Cindy [bendahara kelas] buat masuk ke dalam KAS, hahaha)

  2. Juara 1 tarik tambang PUTRI classmeeting naik tahun ajaran 2011/2012






    Dengan kekuatan penuh, kami menghadapi lawan-lawan yang cukup TANGGUH. Dan ternyata kami wanita-wanita yang lebih tangguh, hahahaha JUARA 1 yeheeeeyy. Dapat hadiah HANDUK 10 bijik, hehe [ :( ]

  3. Juara 1 Paduan Suara spesial HUT RI 66.
    Paduan Suara aX_One kembali beraksi dalam rangka acara yang berbeda dari yang sebelumnya. Dengan bermodal suara yang "lumayan" tim padus aX_One yang beranggotakan 10 (vokal) + 1 (dirijen) bertekad kuat untuk bersaing kembali di pentas aula sekolah, dengan menampilkan aksi terbaik mereka dalam menyanyikan Lagu 17 Agustus dan Lagu Berkibarlah Benderaku. Dan hasilnyaaaaaa, gak disangka-sangka JUARA 1, yuhuuuuuuu :D
    Hadiahnya adalah SEKOTAK KUE (waktu pembagian hadiah kami lagi pada puasa, terpaksa deh makan-makan hadiahnya ditunda dulu sampai masuk sekolah setelah liburan lebaran.. Gimana kabar kue ini ya, yang kami tinggal di dalam kelas selama 3 minggu?) dan Pak Sim melihat kami menerima hadiah itu dari jauh dengan raut wajah gembira, hehehe :)




    Kayaknya itu aja deh prestasi yang baru aX_Oners raih. Maklum, kami sangat jarang mengikuti berbagai perlombaan di sekolah, karena harus ngejar setoran buat UN tahun 2012 depan, hehehe (semoga kami bisa lulus semua di tahun 2012 dan bisa lulus SNMPTN di perguruan tinggi yang kami idam-idamkan, amiiiiinn ya rabb)..

    Inilah cerita aX_One

    Apa cerita kalian?? hehe

Mengenai Saya

Foto saya
pekanbaru, Indonesia
just ordinary people :)